Satu episode 'Rejeki Nomplok' di TV7 hampir usai. Di bawah layar tipi tertulis acara selanjutnya 'Ngaji Yuk!' Wah acara baru, pikir saya. Dan saya berniat melihatnya.
Seorang artis sinetron remaja putri terlihat sedang membaca di sebuah kursi taman. Lalu datang seorang ustadz yg juga masih terbilang muda menghampirinya. Mengalirlah obrolan santai gaya keseharian. Ternyata si artis adalah seorang mualaf. Dia bercerita memeluk Islam tahun 2000 lalu. Mengamalkan ajaran Islam masih setengah-setengah, termasuk dalam hal mengaji. Dengan malu2 si artis mengaku belum bisa membaca Al-Quran dgn lancar. "Perlu mikir lama dulu untuk bacanya," kata si artis.
Adegan selanjutnya adalah sang ustadz meminta artis muda ini membaca Quran Surat Alam Nasyrah (QS:94). Si artis semula menolak. Terlihat gugup dan tak nyaman. Tapi dgn sabar sang ustadz memotivasi. Akhirnya mulailah si artis membaca ayat2 Quran dgn terbata-bata. Sang ustadz terus memberi semangat dgn pujian sambil sesekali membenarkan bacaan yg kurang atau salah. "Belajar mengaji jg perlu proses," kata ustadz simpatik.
***
Saya teringat pernah dimintai mengajar ngaji seorang ibu yg berusia sekitar 45-an. Saat itu saya masih SMA dan baru saja ikut pelatihan mengajar membaca Al-Quran dengan metode Iqra'. Oya bedanya metode Iqra' ini dgn metode konfensional (jaman dulu) adalah tidak dikenalkannya tanda2 baca seperti 'kasroh', 'fatah' atau 'jabar', 'pe'es' dll. Metode Iqra' menggunakan cara 'langsung baca'. A-i-u, ban-bin-bun, maa-yas-ku-ruun contohnya. Jadi bagi yg baru mengenal atau belajar bisa cepat bisa. Insya Allah.
Perbedaan lainnya, tentu saja buku yg digunakan. Klo metode Iqra' dgn buku khusus jilid 1 s/d 6, sedangkan metode konfensional pakai buku yg biasa dikenal dgn nama 'turutan' atau 'juz amma'.
Balik ke cerita mengajar ngaji ibu setengah baya di atas. Mengajar ngaji anak usia TK atau SD tentu saja beda dgn mengajar orang dewasa. Daya tangkap si ibu ini lambat sekali. Saya kudu byk bersabar. Saya yg msh muda (SMA) saat itu, kadang2 rada jutek saat mengajarnya. Tapi syukurnya si ibu tadi ga sakit hati dan tetep semangat belajar. Alhamdulillah sampai skr amalan mengaji Al-Quran si ibu tadi tetap dijalankan :)
Memang belajar mengaji perlu proses. Ga ada kata terlambat untuk mulai belajar bagi muslim yg belum bisa. Klo guru ngajinya galak, jgn berenti, maju terus! hehe. Dan setelah bisa, jangan tinggalkan mengaji. Dan lebih penting lagi, pengamalannya dlm kehidupan sehari-hari.
Saya? mm.. saya berharap diri saya bisa seimbang, antara membaca bacaan umum (buku, koran dll) dgn membaca Al-Quran. Kemarin2 saya lalai hal ini, lebih byk porsi bacaan umumnya (termasuk baca blog :D). Mudah2an Ramadhan ini saya bisa membaca Al-Quran lebih banyak dan lebih baik lagi. Amin..
Seorang artis sinetron remaja putri terlihat sedang membaca di sebuah kursi taman. Lalu datang seorang ustadz yg juga masih terbilang muda menghampirinya. Mengalirlah obrolan santai gaya keseharian. Ternyata si artis adalah seorang mualaf. Dia bercerita memeluk Islam tahun 2000 lalu. Mengamalkan ajaran Islam masih setengah-setengah, termasuk dalam hal mengaji. Dengan malu2 si artis mengaku belum bisa membaca Al-Quran dgn lancar. "Perlu mikir lama dulu untuk bacanya," kata si artis.
Adegan selanjutnya adalah sang ustadz meminta artis muda ini membaca Quran Surat Alam Nasyrah (QS:94). Si artis semula menolak. Terlihat gugup dan tak nyaman. Tapi dgn sabar sang ustadz memotivasi. Akhirnya mulailah si artis membaca ayat2 Quran dgn terbata-bata. Sang ustadz terus memberi semangat dgn pujian sambil sesekali membenarkan bacaan yg kurang atau salah. "Belajar mengaji jg perlu proses," kata ustadz simpatik.
***
Saya teringat pernah dimintai mengajar ngaji seorang ibu yg berusia sekitar 45-an. Saat itu saya masih SMA dan baru saja ikut pelatihan mengajar membaca Al-Quran dengan metode Iqra'. Oya bedanya metode Iqra' ini dgn metode konfensional (jaman dulu) adalah tidak dikenalkannya tanda2 baca seperti 'kasroh', 'fatah' atau 'jabar', 'pe'es' dll. Metode Iqra' menggunakan cara 'langsung baca'. A-i-u, ban-bin-bun, maa-yas-ku-ruun contohnya. Jadi bagi yg baru mengenal atau belajar bisa cepat bisa. Insya Allah.
Perbedaan lainnya, tentu saja buku yg digunakan. Klo metode Iqra' dgn buku khusus jilid 1 s/d 6, sedangkan metode konfensional pakai buku yg biasa dikenal dgn nama 'turutan' atau 'juz amma'.
Balik ke cerita mengajar ngaji ibu setengah baya di atas. Mengajar ngaji anak usia TK atau SD tentu saja beda dgn mengajar orang dewasa. Daya tangkap si ibu ini lambat sekali. Saya kudu byk bersabar. Saya yg msh muda (SMA) saat itu, kadang2 rada jutek saat mengajarnya. Tapi syukurnya si ibu tadi ga sakit hati dan tetep semangat belajar. Alhamdulillah sampai skr amalan mengaji Al-Quran si ibu tadi tetap dijalankan :)
Memang belajar mengaji perlu proses. Ga ada kata terlambat untuk mulai belajar bagi muslim yg belum bisa. Klo guru ngajinya galak, jgn berenti, maju terus! hehe. Dan setelah bisa, jangan tinggalkan mengaji. Dan lebih penting lagi, pengamalannya dlm kehidupan sehari-hari.
Saya? mm.. saya berharap diri saya bisa seimbang, antara membaca bacaan umum (buku, koran dll) dgn membaca Al-Quran. Kemarin2 saya lalai hal ini, lebih byk porsi bacaan umumnya (termasuk baca blog :D). Mudah2an Ramadhan ini saya bisa membaca Al-Quran lebih banyak dan lebih baik lagi. Amin..